GERAKAN MENUJU TUHAN
Kalau kita telaah lebih lanjut ternyata bahwa kita mulai mengamati obyek tertentu bila kita mempunyai perhatian tertentu terhadap obyek tersebut. Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan ketika kita menemukan sesuatu pengalaman yang menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan ini timbul disebabkan adanya kontak manusia dengan dunia empiris. Kesimpulannya, karena ada masalahlah maka kegiatan proses kegiatan berpikir itu dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan obyek yang bereksistensi dalam dunia empiris pula.
Pendek kata, “pisau” metode ilmiah hanya layak digunakan untuk memotong, membedah dan mencincang obyek-obyek empiris. Bagaimana dengan obyek-obyek yang meta empiris seperti rasa keadilan, rasa kasih sayang, ketuhanan, kemanusiaan, nilai-nilai? (Manusia adalah obyek yang meta empiris karena dirinya memiliki tubuh, jiwa dan roh). Tentu saja metodenya harus yang lain. Di dalam khazanah epistemologi (filsafat pengetahuan), untuk mengenali obyek ontologis yang beragam dan selanjutnya diproses menjadi pengetahuan maka manusia ditakdirkan memiliki berbagai sumber pengetahuan. John Hospers dalam bukunya An Intoduction to Philosophical Analysis (1967), mencatat sumber-sumber pengetahuan tersebut yaitu pengalaman indera, nalar, otoritas, intuisi, wahyu (revelation) dan keyakinan (faith).
Bila selama ini analisis (memecah menjadi bagian bagian kecil) dan sintesis (yang kecil dan terpecah pecah itu disatukan kembali) tentang keharusan untuk bangkit dari bencana lumpur di Porong banyak dilakukan dengan indera, nalar dan otoritas (tiga hal yang terlalu “Otak Kiri” ini biasa dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan) maka tidaklah lengkap kiranya jika tidak dilengkapi dengan intuisi , wahyu, dan keyakinan. Intuisi, menurut John Hospers, adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengalaman lebih dahulu.
Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menemukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuitif dan analitik bisa bekerja saling membantu.
Menurut Maslow dalam George F.Kneller, Introduction to the Philosophy of Education (1969) intuisi ini merupakan pengalaman puncak (peak experience) sedangkan bagi Nietzsche merupakan intelegensi yang paling tinggi. Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada utusannya (rasul, avatar, nabi) untuk kepentingan manusia. Kita mempunyai wahyu karena adanya kepercayaan (belief) tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu akan melaksanakannya dengan baik.
Keyakinan adalah suatu kemampuan manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik diikuti merupakan peraturan yang berupa agama. Sedangkan keyakinan melulu kemampuan kejiwaan manusia yang merupakan pematangan dari kepercayaan. Kepercayaan bersifat dinamis dan mampu menyesuaikan dengan keadaan, sedangkan keyakinan bersifat statis kecuali ada bukti-bukti baru yang lebih cocok dan akurat.
Ketiga sumber pengetahuan itu hakikatnya tidak bisa dipisahkan secara tegas karena saling berpautan satu sama lain. Sama seperti indera dan nalar, ketiga sumber terakhir juga berasal dari realitas empiris yang dihadapi manusia sehari-hari yang kemudian direfleksikan, diamati sehingga muncul intuisi dan pencocokan realitas terhadap intelek yang melahirkan wahyu dari Tuhan sebagai petunjuk untuk menuju jalan yang benar. Semua sumber pengetahuan baik akal, nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan keyakinan itu lebih ideal kiranya digunakan untuk menyusun sebuah gerakan moral, intelektual dan religiusitas “INDONESIA CEPAT BANGKIT MENUJU TUHAN”
Kredo seperti ini perlu ditindaklanjuti dengan amal yang nyata oleh obyek dan subyek pembangunan yaitu manusia Indonesia. Rasa-rasanya, agama manapun menganjurkan agar manusia senantiasa berpikir positif dalam menyikapi semua gejala baik yang menyakitkan maupun yang membahagiakan hati. Sabar, ikhlas, dan tawakkal menerima semua cobaan karena ini merupakan jalan menuju Tuhan.
Saya ingin memecah GAGASAN BESAR itu menjadi dua GAGASAN yang keduanya sarat makna dan arti. Yang pertama adalah “INDONESIA CEPAT BANGKIT” dan yang kedua adalah “MENUJU TUHAN” Sinonim dengan “benda” yang lain, Indonesia juga merupakan “benda” yang dulunya dibuat oleh para founding fathers –nya di masa lalu. Sama seperti “benda”, Indonesia pada suatu ketika akan mengalami kerusakan bila tidak ada usaha untuk memperbaikinya –HUKUM ENTROPI mengatakan bahwa semua hal akan rusak dan binasa. Kenapa Indonesia bisa rusak? Karena Indonesia adalah hasil bentukan olah nalar dan olah batin manusia juga, maka kerusakannya juga bersumber dari aktivitas manusia yang merusak. Sebaliknya Indonesia bisa terus lestari bila ada manusia yang menjaga, merawat, mengabadikannya.
Aktivitas manusia yang dilatarbelakangi oleh kegelisahan, kemarahan, ketidakikhlasan karena HAK-HAK RAKYAT YANG TERCABUT PAKSA. Sehingga energi kemarahan dan ketidakpercayaan warga ini akan merusak Indonesia secara metafisis selain yang sudah jelas-jelas rusak secara fisik yaitu infrastruktur yang amburadul, investasi yang mandeg, ekonomi lokal dan interlokal yang terganggu. Maka, gagasan “INDONESIA CEPAT BANGKIT” ini bisa dipahami dalam rangka bagaimana menjaga, merawat dan melestarikan negara kepulauan yang kaya akan hasil alam ini. Kredo merupakan “ayat-ayat” (baca: tanda-tanda) masih adanya umat manusia di jaman ini yang memancarkan cahaya keilahian di bumi.
Kredo, kata-kata, sebagaimana juga mantera, selalu bermuatan makna dan di dalam makna selalu termuat sebuah energi tertentu. Energi Indonesia bangkit adalah sebuah ajakan moral (moral ought) untuk membangun kembali daerah kita setelah sekian lama diombang-ambingkan dalam keraguan. Bila kita sepakat bahwa hanya ada dua jalan yang dilalui oleh manusia di dunia yaitu jalan Tuhan dan jalan yang bukan Tuhan, maka kita tidak ragu untuk mengatakan munculnya berbagai bencana adalah tanda-tanda kecintaan Tuhan pada kita agar kembali menyadari arah dan tujuan perjalanan kita sebagai manusia oleh sebab itu bangsa kita harus selekasnya kembali MENUJU TUHAN, yaitu jalan terbaik yang telah ditetapkan oleh Tuhan: Menjauhi larangan-Nya dan mentaati perintah-Nya.
Warga Indonesia yang diterpa “kematian” semangat untuk menjalani hidup di jalan yang bukan Tuhan akan disusul dengan “kebangkitan” dari “kematian” setelah mendapatkan aufklarung, atau pencerahan (enlightenment). Mereka akan kembali berjalan di jalan Tuhan hingga siap “MENUJU TUHAN.” Nah,sekarang berapa waktu yang dibutuhkan agar bangsa kita secepatnya MENUJU TUHAN tersebut” ? Lima tahun mendatangkah? Sepuluh tahun mendatangkah? Seratus tahun mendatangkah? Seribu tahun mendatangkah? Sejuta tahun mendatangkah?
Tidak ada manusia pun di muka bumi yang bisa menikmati hidup di dunia selama-lamanya. Memahami secara logis hal ini berarti kita akan semakin sadar bahwa hidup kita dan juga benda-benda “milik” kita serta hasil karya yang kita klaim milik kita semuanya akan terkubur bersama mimpi kita akan hidup abadi di dunia. Adalah keniscayaan yang tidak terbantahkan bahwa kita semua adalah kita menjadi tua, mati, masuk ke alam kubur, dan menuju perjumpaan dengan Tuhan yang Maha Hidup, yang berada di luar kumparan dimensi ruang dan waktu, Yang Awal dan Yang Akhir.
Oleh karena itu gerakan moral, intelektual dan religiusitas “INDONESIA CEPAT BANGKIT MENUJU TUHAN” sungguh-sungguh mendalam maknanya secara spiritual. Kredo ini menganjurkan agar setiap individu dan setiap elemen masyarakat kembali ke ‘khittah’nya sebagai INSAN KAMIL. Insan yang menyadari perjanjian antara ruh dengan Tuhan sebelum dia dilontarkan ke dunia yang fana ini. Setelah kesadaran itu lahir dan selanjutnya menyadari kekhalifahan manusia di bumi dengan iman dan amal sholeh maka sangat ideal bila dikonsepsikan dalam aras pembangunan nasional dalam wujud KONSEP PEMBANGUNAN NASIONAL BERBASIS INSAN KAMIL. Sehingga konsep PENGENTASAN KEMISKINAN, PEMBANGUNAN PENDIDIKAN, ATAU EKONOMI KERAKYAAN akan tercerahkan dengan model pendekatan yang selanjut-lanjutnya itu.
Model pendekatan INSAN KAMIL itu saya yakin lebih komprehensif, lebih holistik, lebih membahagiakan, lebih menentramkan dan lebih “benar” dari pada model pembangunan yang bertumpu pada teori-teori barat yang sekular dan antroposentris. Rakyat Indonesia menyadari bahwa perjuangan untuk mengembalikan citra Indonesia akan cukup berat. Perjuangan itu memerlukan waktu, tahapan dan bukti kerja keras dari seluruh elemen masyarakat dengan ujung tombak yaitu Pemkab Indonesia. Kerja keras yang dimaksud tentu merupakan amal setelah kita mengimani dan mengikhsani berbagai nilai-nilai ketuhanan yang terpancar dari kesadaran nurani yang paling dalam. Wujud kongkret sebagai insan kamil, adalah kehendak untuk bekerja keras sesuai dengan TUJUAN NEGARA sebagaimana yang telah digariskan oleh para founding fathers kita dalam PEMBUKAAN UUD 1945. Semoga Tuhan melapangkan jalan manusia Indonesia ke arah perjumpaan dengan-Nya, SECEPATNYA.